Selesai
sudah semester 6, menghadapi 7 mata kuliah, 2 diantaranya susahnya itu bisa
membuat rambut kepala pada rontok, tidur larut malam dan tangan sakit karena
menulis tugas yang jawabannya hampir memenuhi satu buku bikbos, dan ditulis
dalam waktu 24 jam. Bisa dibayangkan jadinya? Tulisan yang hanya awalnya saja
rapi, dan bagian akhirnya seperti cacing dan tip ex dimana-mana. Tapi itu masih
bisa aku hadapi dengan tidak mengeluarkan air mata, hanya sekedar cacian
dimana-mana karena lelah mengerjakan tugas tersebut. Yah, namanya juga manusia,
kerjaannya ya ngedumel (mengeluh) sendiri kalau lagi dibebani tugas. Padahal
omelan itu tidak akan bisa mengurangi tugas tersebut. Dan salah satu diantara
dua mata kuliah itu, ada yang mengajarkan aku, bahwa kebenaran yang diungkapkan
tidak selalu bisa diterima oleh orang lain, apalagi itu mengusik kesenangan
mereka.
Namaku
Asthin, seorang mahasiswi prodi pendidikan matematika di sebuah universitas
negeri satu-satunya di kotaku. Hari ini merupakan deadline mengumpulkan tugas
mata kuliah Metode Numerik yang mana tugas tersebut merupakan pengganti UAS dan
perbaikan UTS. Sialnya lagi, mata kuliah Fungsi Komplekspun ujian hari ini.
Ujiannya dilakukan secara lisan. Oh no!!! Alhamdulillahnya tugas Metode Numerik
yang biasanya kami singkat Metnum itu sudah ¾ aku kerjakan tinggal nomor
terakhir yang agak sedikit bingung bagaimana mengerjakannya. Seperti biasa jika
ada tugas seperti ini, kami akan ngumpul disuatu tempat dan saling ngelirik
tugas teman masing-masing, ada yang benar-benar nyalin, ada yang bertanya, ada
juga yang sibuk dengan mencocokkan jawaban. Kalau aku sih lebih memilih untuk
bertanya, setelah dikira paham, aku kerjakan sebisaku. Karena sekalian ujian
lisan Fungsi Kompleks, ada juga yang lebih milih ikut ujian lisan dulu baru
menyelesaikan tugas. Karena kelompokku belum lengkap dan rata-rata mereka ingin
menyelesaikan tugas dulu, jadilah kami memilih ujian lisan agak belakangan.
Tahukah kalian, ternyata tidak hanya ujian lisan, tapi ternyata ada ujian
tertulis juga yang dilakukan lewat online.
Ujian lisanpun
kami lakukan, yah setelah mengumpulkan tugas yang harus dikumpulkan dimeja
dosen tepat jam 12. Nilai yang kudapatkan saat ujian lisan hanya 80 karena ada
satu pertanyaan yang aku tidak bisa menjawab, atau lebih tepatnya aku tidak
paham pertanyaannya. Sial!!! upatku dalam hati. Sewaktu kelompokku selesai
ujian lisan, dosen memberikan alamat web yang perlu diakses untuk menjawab soal
yang diberikan. Aku yang tidak tahu apa-apa langsung disuruh dosen untuk
mengerjakan ditempat. Dengan waktu yang telah disediakan pada web. Ketika waktu
habis, selesai tidak selesai nilai akan langsung masuk ke dalam daftar nilai
yang ada di web dosen. Aku yang
gelagapan dan belum sempat belajar karena terlalu fokus dengan tugas Metnumpun
berakhir dengan nilai 25. Bisa kalian bayangkan 25? Sudah dipastikan nilaiku di
portal bakal jadi C atau D. Aku shock, sangat shock hingga tidak mau keluar
dari ruangan. Dan dosen juga tidak ambil pusing. Aku terus meminta dosen untuk
memberikan aku ujian ulang. Aku terus memohon. Hingga dosen merasa curiga
dengan teman-temanku, kenapa dalam waktu setengah jam belum ada nilai yang
masuk kembali?
Oh iya sekedar informasi, teman-temanku yang lain mengerjakan di
ruang ICT, sebuah ruang yang dilengkapi beberapa komputer, meja, kursi dan
papan tulis, bisa dikatakan multimedia jika di sekolahan.
Ruangan itu
terpisah dengan dosen yang memberikan ujian lisan. Karena kecurigaan itu, dosen
memintaku untuk melihat apa yang dilakukan oleh teman-temanku yang lain. Waktu
aku lihat, terkejutlah aku, ternyata mereka main curang, aku melihat mereka
menggunakan excel untuk mengerjakannya. Tapi hanya itu yang aku lihat, tidak
yang lain, bahkan aku tidak tau siapa yang memulai kecurangan dan bagaiman cara
mereka melakukan kecurangan. Aku hanya terpaku, dan kembali ke ruangan dosen,
dan dengan polosnya aku mengatakan kepada dosen bahwa mereka menggunakan excel
untuk mengerjakannya. Dosenpun sedikit marah dan menambahkan kalimat di webnya
“Jangan kerja sama” akupun kembali memohon kepada dosen supaya aku ujian ulang,
tapi dosen tetap tidak memberikan aku ujian ulang. Aku hanya terdiam tidak
bersemangat. Aku takut, sangat takut dengan nilaiku. Selang 30 menitan,
nilaipun bermunculan, nilai itu 100. Semua mahasiswa mendapat nilai 100. Hatiku
hancur seketika, aku ingin menangis dibuatnya. Aku.. aku.. kecewa.. aku juga
ingin seperti mereka. Aku juga ingin nilai 100. Aku kembali memohon ujian ulang
dengan dosen. Tapi tetap tidak diberikan. Hingga akhirnya dosen memutuskan
tidak akan mengambil nilai ujian tertulis tersebut. Akupun lega, tapi ini
adalah awal bullying yang terjadi padaku.
Sore itu aku
pulang dengan perasaan lega, yah perasaan itu. Namun ketika mau pulang ada yang
mengatakan “sayang yah nilainya enggak jadi masuk, padahalkan dapet 100, bisa
naikin nilai.” Dan akupun merasa bersalah pada mereka. Aku hanya bisa tersenyum
getir, dan terdiam. Merekapun yang tidak tahu bahwa aku yang menyebabkan nilai
itu tidak dimasukkan menceritakan kronologi kecurangan mereka. Akupun baru tahu
bahwa mereka mendownload soal yang ada di web karena perna diajarkan sama dosen
caranya. Dan melihat rumus yang digunakan dan menggunakan excel untuk
menghitungnya. Ternyata rapi sekali kecurangan mereka. Dan mereka tidak tahu
bahwa kelakuan mereka hampir membuatku menangis. Tidak hanya itu, ternyata di
group BBM pun telah ada obrolan dengan judul “spy”. Disana mereka mengatakan
aku “tai”, “kotoran”, “enggak punya perasaan”, dan kata-kata kotor lainnya.
Aku.. aku tidak sanggup membacanya. Aku marah, sedih, kecewa, semua bercampur
jadi satu.
Teringat
kejadian ketika ujian, mereka mengerumbuli aku, seperti semut menggerumbuli
gula. Aku menjadi tempat bergantung mereka untuk dapat membantu menjawab ujian,
dan akupun membiarkannya. Sekarang ketika aku hanya melakukan satu kesalahan
yang menurutku bukan kesalahanku, mereka, mereka menyudutkanku, seperti aku
merupakan seseorang yang sangat mereka benci. Kebaikanku kemarin-kemarin
diabaikan. Aku.. aku sangat sedih, hingga akupun menangis, untuk bertemu dengan
mereka pun aku tak sanggup. Aku bahkan sempat membenci mereka. Aku tak tau
mesti melampiskan ceritaku kemana. Bercerita dengan satu-satunya sahabat
wanitaku dikelaspun aku takut. Aku takut dia membenciku. Aku tak sanggup
melaluinya. Sungguh aku sangat takut.
Esoknya, aku
kembali kekampus yang menjadi rutinitasku, karena masih ada yang harus
diselesaikan. Aku juga hanya diam dan melakukan apa yang seharusnya dikerjakan
tanpa mengobrol dengan teman-teman karena aku sangat takut. Mendengar mereka
sibuk mencari tahu siapakah “spy” yang mereka maki-maki. Aku hanya diam dan
hatiku sangat sakit. Hingga akhirnya malam ini aku menceritakan kepada
sahabatku bahwa “spy” itu aku. Aku mengatakan bahwa awalnya aku tak berniat
untuk memberi tahukan dosen, tapi hanya karena nilaiku kecil hingga aku khilaf
mengatakannya, dan aku tidak memberitahukan otak dari semuanya siapa, karena
memang aku tidak tahu, sekalipun aku mengetahuinya aku tidak akan mengatakannya,
aku tidak setega itu untuk menghancurkan nilai seseorang. Aku juga tidak
meminta dosen untuk menghilangkan nilai itu, aku hanya ingin ujian ulang. Aku
tidak ingin ini terjadi, aku juga tidak ingin nilai mereka kecil. Maafkan aku.
Aku sempat berpikir untuk meminta dosen untuk tetap mengambil nilai itu,
biarlah aku yang mengalah. tapi, sungguh aku takut, egoku juga besar, dan aku
takut dengan tanggapan orang tuaku jika nilaiku sampai D. Sungguh aku minta
maaf tidak bisa melakukan apa-apa.
Sahabatku
Cuma bisa bilang “sabar ya. Mungkin aku juga bakal melakukan itu jika
diposisimu. Sabar ya.”
Aku juga
bercerita dengan temanku yang beda program study, dia malah marah, dia berkata
“jangan sampe kamu ngomng dengan dosen biar nilai dimasukkan. Kamu bodoh kalau melakukan
itu. Kamu berhak egois, aku yakin jika mereka diposisi kamu, mereka juga
melakukan hal yang sama. Seharusnya mereka paham posisi kamu jika mereka memang
temanmu. Emosi aku liat teman-temanmu.”
Maafkan aku
teman-teman jika tindakanku menyakiti kalian tapi maaf, aku lebih menyayangi
orang tuaku dan diriku, hingga keegoisanku mengambil alih dan aku tidak meminta
dosen untuk menggunakan nilai tersebut. Aku akan terus bertahan dengan cacian
kalian, kebencian yang aku pendam. Bullying itu terus berlanjut dan terus. Entah
hingga kapan kemarahan mereka meredah, aku sudah tidak sanggup menerima
bullying itu hingga akhirnya aku memutuskan untuk keluar dari group BBM. Aku
sudah tidak sanggup membacanya. Bullying itu sedikit meredah, Alhamdulillah,
aku mengetahuinya dari BBM sahabatku, aku diam-diam meminjam hp sahabatku untuk
melihat apakah mereka masih membenciku. Namun ketika nilai fungsi kompleks keluar,
bullying itu kembali terjadi, aku kembali meminjam Hp temanku dan membaca komen
foto nilai yang mereka upload di BBM sahabatku. Hatiku tersayat-sayat
membacanya. Karena ketika terakhir aku membaca obrolan yang berjudul “spy” itu
ada yang memberikan kode kalau yang menjadi mata-mata itu adalah aku, dia tidak
lain adalah temanku yang biasanya ketika ujian mendekatiku. Dia tahu kalau itu
aku dan masih tetap memakiku, membenciku dan membullyingku tanpa memberikan aku
belas kasihan. Sungguh saat-saat itu membuatku menangis dan sakit. Namun aku
tahu, percuma aku memikirkannya. Semua telah terjadi, aku hanya bisa tersenyum
getir dan melanjutkan hidupku. Kuliahku. Aku sudah tidak ingin kembali memasuki
group tersebut dan tidak ingin membaca komenan mereka kembali. Aku berhak
melanjutkan kehidupanku, aku berhak untuk menentramkan hatiku. Aku sudah tidak
perduli dengan bullying yang mereka lakukan. Biarlah, biarlah waktu memudarkan
bahkan menghilangkan kebencian itu, kebencian temanku, dan juga kebencianku.