Rabu, 04 November 2015

Cerpen

SPY

Selesai sudah semester 6, menghadapi 7 mata kuliah, 2 diantaranya susahnya itu bisa membuat rambut kepala pada rontok, tidur larut malam dan tangan sakit karena menulis tugas yang jawabannya hampir memenuhi satu buku bikbos, dan ditulis dalam waktu 24 jam. Bisa dibayangkan jadinya? Tulisan yang hanya awalnya saja rapi, dan bagian akhirnya seperti cacing dan tip ex dimana-mana. Tapi itu masih bisa aku hadapi dengan tidak mengeluarkan air mata, hanya sekedar cacian dimana-mana karena lelah mengerjakan tugas tersebut. Yah, namanya juga manusia, kerjaannya ya ngedumel (mengeluh) sendiri kalau lagi dibebani tugas. Padahal omelan itu tidak akan bisa mengurangi tugas tersebut. Dan salah satu diantara dua mata kuliah itu, ada yang mengajarkan aku, bahwa kebenaran yang diungkapkan tidak selalu bisa diterima oleh orang lain, apalagi itu mengusik kesenangan mereka. 
Namaku Asthin, seorang mahasiswi prodi pendidikan matematika di sebuah universitas negeri satu-satunya di kotaku. Hari ini merupakan deadline mengumpulkan tugas mata kuliah Metode Numerik yang mana tugas tersebut merupakan pengganti UAS dan perbaikan UTS. Sialnya lagi, mata kuliah Fungsi Komplekspun ujian hari ini. Ujiannya dilakukan secara lisan. Oh no!!! Alhamdulillahnya tugas Metode Numerik yang biasanya kami singkat Metnum itu sudah ¾ aku kerjakan tinggal nomor terakhir yang agak sedikit bingung bagaimana mengerjakannya. Seperti biasa jika ada tugas seperti ini, kami akan ngumpul disuatu tempat dan saling ngelirik tugas teman masing-masing, ada yang benar-benar nyalin, ada yang bertanya, ada juga yang sibuk dengan mencocokkan jawaban. Kalau aku sih lebih memilih untuk bertanya, setelah dikira paham, aku kerjakan sebisaku. Karena sekalian ujian lisan Fungsi Kompleks, ada juga yang lebih milih ikut ujian lisan dulu baru menyelesaikan tugas. Karena kelompokku belum lengkap dan rata-rata mereka ingin menyelesaikan tugas dulu, jadilah kami memilih ujian lisan agak belakangan. Tahukah kalian, ternyata tidak hanya ujian lisan, tapi ternyata ada ujian tertulis juga yang dilakukan lewat online.
Ujian lisanpun kami lakukan, yah setelah mengumpulkan tugas yang harus dikumpulkan dimeja dosen tepat jam 12. Nilai yang kudapatkan saat ujian lisan hanya 80 karena ada satu pertanyaan yang aku tidak bisa menjawab, atau lebih tepatnya aku tidak paham pertanyaannya. Sial!!! upatku dalam hati. Sewaktu kelompokku selesai ujian lisan, dosen memberikan alamat web yang perlu diakses untuk menjawab soal yang diberikan. Aku yang tidak tahu apa-apa langsung disuruh dosen untuk mengerjakan ditempat. Dengan waktu yang telah disediakan pada web. Ketika waktu habis, selesai tidak selesai nilai akan langsung masuk ke dalam daftar nilai yang ada di web  dosen. Aku yang gelagapan dan belum sempat belajar karena terlalu fokus dengan tugas Metnumpun berakhir dengan nilai 25. Bisa kalian bayangkan 25? Sudah dipastikan nilaiku di portal bakal jadi C atau D. Aku shock, sangat shock hingga tidak mau keluar dari ruangan. Dan dosen juga tidak ambil pusing. Aku terus meminta dosen untuk memberikan aku ujian ulang. Aku terus memohon. Hingga dosen merasa curiga dengan teman-temanku, kenapa dalam waktu setengah jam belum ada nilai yang masuk kembali?
Oh iya sekedar informasi, teman-temanku yang lain mengerjakan di ruang ICT, sebuah ruang yang dilengkapi beberapa komputer, meja, kursi dan papan tulis, bisa dikatakan multimedia jika di sekolahan.
Ruangan itu terpisah dengan dosen yang memberikan ujian lisan. Karena kecurigaan itu, dosen memintaku untuk melihat apa yang dilakukan oleh teman-temanku yang lain. Waktu aku lihat, terkejutlah aku, ternyata mereka main curang, aku melihat mereka menggunakan excel untuk mengerjakannya. Tapi hanya itu yang aku lihat, tidak yang lain, bahkan aku tidak tau siapa yang memulai kecurangan dan bagaiman cara mereka melakukan kecurangan. Aku hanya terpaku, dan kembali ke ruangan dosen, dan dengan polosnya aku mengatakan kepada dosen bahwa mereka menggunakan excel untuk mengerjakannya. Dosenpun sedikit marah dan menambahkan kalimat di webnya “Jangan kerja sama” akupun kembali memohon kepada dosen supaya aku ujian ulang, tapi dosen tetap tidak memberikan aku ujian ulang. Aku hanya terdiam tidak bersemangat. Aku takut, sangat takut dengan nilaiku. Selang 30 menitan, nilaipun bermunculan, nilai itu 100. Semua mahasiswa mendapat nilai 100. Hatiku hancur seketika, aku ingin menangis dibuatnya. Aku.. aku.. kecewa.. aku juga ingin seperti mereka. Aku juga ingin nilai 100. Aku kembali memohon ujian ulang dengan dosen. Tapi tetap tidak diberikan. Hingga akhirnya dosen memutuskan tidak akan mengambil nilai ujian tertulis tersebut. Akupun lega, tapi ini adalah awal bullying yang terjadi padaku.
Sore itu aku pulang dengan perasaan lega, yah perasaan itu. Namun ketika mau pulang ada yang mengatakan “sayang yah nilainya enggak jadi masuk, padahalkan dapet 100, bisa naikin nilai.” Dan akupun merasa bersalah pada mereka. Aku hanya bisa tersenyum getir, dan terdiam. Merekapun yang tidak tahu bahwa aku yang menyebabkan nilai itu tidak dimasukkan menceritakan kronologi kecurangan mereka. Akupun baru tahu bahwa mereka mendownload soal yang ada di web karena perna diajarkan sama dosen caranya. Dan melihat rumus yang digunakan dan menggunakan excel untuk menghitungnya. Ternyata rapi sekali kecurangan mereka. Dan mereka tidak tahu bahwa kelakuan mereka hampir membuatku menangis. Tidak hanya itu, ternyata di group BBM pun telah ada obrolan dengan judul “spy”. Disana mereka mengatakan aku “tai”, “kotoran”, “enggak punya perasaan”, dan kata-kata kotor lainnya. Aku.. aku tidak sanggup membacanya. Aku marah, sedih, kecewa, semua bercampur jadi satu.
Teringat kejadian ketika ujian, mereka mengerumbuli aku, seperti semut menggerumbuli gula. Aku menjadi tempat bergantung mereka untuk dapat membantu menjawab ujian, dan akupun membiarkannya. Sekarang ketika aku hanya melakukan satu kesalahan yang menurutku bukan kesalahanku, mereka, mereka menyudutkanku, seperti aku merupakan seseorang yang sangat mereka benci. Kebaikanku kemarin-kemarin diabaikan. Aku.. aku sangat sedih, hingga akupun menangis, untuk bertemu dengan mereka pun aku tak sanggup. Aku bahkan sempat membenci mereka. Aku tak tau mesti melampiskan ceritaku kemana. Bercerita dengan satu-satunya sahabat wanitaku dikelaspun aku takut. Aku takut dia membenciku. Aku tak sanggup melaluinya. Sungguh aku sangat takut.
Esoknya, aku kembali kekampus yang menjadi rutinitasku, karena masih ada yang harus diselesaikan. Aku juga hanya diam dan melakukan apa yang seharusnya dikerjakan tanpa mengobrol dengan teman-teman karena aku sangat takut. Mendengar mereka sibuk mencari tahu siapakah “spy” yang mereka maki-maki. Aku hanya diam dan hatiku sangat sakit. Hingga akhirnya malam ini aku menceritakan kepada sahabatku bahwa “spy” itu aku. Aku mengatakan bahwa awalnya aku tak berniat untuk memberi tahukan dosen, tapi hanya karena nilaiku kecil hingga aku khilaf mengatakannya, dan aku tidak memberitahukan otak dari semuanya siapa, karena memang aku tidak tahu, sekalipun aku mengetahuinya aku tidak akan mengatakannya, aku tidak setega itu untuk menghancurkan nilai seseorang. Aku juga tidak meminta dosen untuk menghilangkan nilai itu, aku hanya ingin ujian ulang. Aku tidak ingin ini terjadi, aku juga tidak ingin nilai mereka kecil. Maafkan aku. Aku sempat berpikir untuk meminta dosen untuk tetap mengambil nilai itu, biarlah aku yang mengalah. tapi, sungguh aku takut, egoku juga besar, dan aku takut dengan tanggapan orang tuaku jika nilaiku sampai D. Sungguh aku minta maaf tidak bisa melakukan apa-apa.
Sahabatku Cuma bisa bilang “sabar ya. Mungkin aku juga bakal melakukan itu jika diposisimu. Sabar ya.”
Aku juga bercerita dengan temanku yang beda program study, dia malah marah, dia berkata “jangan sampe kamu ngomng dengan dosen biar nilai dimasukkan. Kamu bodoh kalau melakukan itu. Kamu berhak egois, aku yakin jika mereka diposisi kamu, mereka juga melakukan hal yang sama. Seharusnya mereka paham posisi kamu jika mereka memang temanmu. Emosi aku liat teman-temanmu.”
Maafkan aku teman-teman jika tindakanku menyakiti kalian tapi maaf, aku lebih menyayangi orang tuaku dan diriku, hingga keegoisanku mengambil alih dan aku tidak meminta dosen untuk menggunakan nilai tersebut. Aku akan terus bertahan dengan cacian kalian, kebencian yang aku pendam. Bullying itu terus berlanjut dan terus. Entah hingga kapan kemarahan mereka meredah, aku sudah tidak sanggup menerima bullying itu hingga akhirnya aku memutuskan untuk keluar dari group BBM. Aku sudah tidak sanggup membacanya. Bullying itu sedikit meredah, Alhamdulillah, aku mengetahuinya dari BBM sahabatku, aku diam-diam meminjam hp sahabatku untuk melihat apakah mereka masih membenciku. Namun ketika nilai fungsi kompleks keluar, bullying itu kembali terjadi, aku kembali meminjam Hp temanku dan membaca komen foto nilai yang mereka upload di BBM sahabatku. Hatiku tersayat-sayat membacanya. Karena ketika terakhir aku membaca obrolan yang berjudul “spy” itu ada yang memberikan kode kalau yang menjadi mata-mata itu adalah aku, dia tidak lain adalah temanku yang biasanya ketika ujian mendekatiku. Dia tahu kalau itu aku dan masih tetap memakiku, membenciku dan membullyingku tanpa memberikan aku belas kasihan. Sungguh saat-saat itu membuatku menangis dan sakit. Namun aku tahu, percuma aku memikirkannya. Semua telah terjadi, aku hanya bisa tersenyum getir dan melanjutkan hidupku. Kuliahku. Aku sudah tidak ingin kembali memasuki group tersebut dan tidak ingin membaca komenan mereka kembali. Aku berhak melanjutkan kehidupanku, aku berhak untuk menentramkan hatiku. Aku sudah tidak perduli dengan bullying yang mereka lakukan. Biarlah, biarlah waktu memudarkan bahkan menghilangkan kebencian itu, kebencian temanku, dan juga kebencianku.