KATA PENGANTAR
Puji
syukur penulis haturkan kepada Allah SWT karena berkat rahmatnya penulis dapat
menyelesaikan tugas proposal penelitian yang berjudul “PENERAPAN METODE DISCOVERY DENGAN MENGGUNAKAN MEDIA GEOGEBRA
UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA MENGENAI BANGUN SEGI EMPAT PADA SISWA
KELAS VII SMP NEGERI 5 KOTA BENGKULU”dengan tepat waktu. Tugas ini disusun
untuk memenuhi tugas pada mata kuliah yang diampu oleh Pak Rusdi M.Pd.
Dalam
penulisan laporan ini, penulis banyak menerima saran-saran dari berbagai pihak.
Untuk itulah penulis ucapkan terima kasih banyak kepada keluarga, dosen-dosen,
dan teman-teman semua yang telah memberikan motivasi dan saran-saran yang
membangun sehingga tugas ini selesai dengan baik.
Penulis
menyadari bahwa dalam penyusunan proposal penelitian ini masih memiliki
kekurangan dan terdapat ketidak sempurnaan diberbagai aspek. Oleh karena itu
penulis harapkan kritik dan saran yang membangun untuk penyusunan selanjutnya.
Semoga proposal ini bermanfaat bagi para pembaca dan pihat-pihak yang terkait.
Bengkulu, Desember 2013
penulis
DAFTAR
ISI
BAB
I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
1.2 Rumusan Masalah
1.3
Tujuan Penelitian
1.4
Manfaat Penelitian
BAB
II KAJIAN PUSTAKA
2.1
Pembelajaran Matematika
2.2
Proses Pembelajaran Menggunakan Metode Discovery
2.3
Komputer Sebagai Media Pembelajaran
2.4
GeoGebra
2.5
Belajar Geometri
2.6
Bangun Datar Segiempat
2.7
Aktifitas Belajar
2.8
Hasil Belajar
BAB
III METODE PENELITIAN
3.1 Populasi
dan Sampel/Subjek Penelitian
3.2 Jenis Penelitian
3.3
Rancangan Penelitian
3.4
Teknik Pengumpulan Data
3.5
Teknik Analisis Data
DAFTAR
PUSTAKA
BAB
I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Ilmu matematika merupakan salah satu pengetahuan
yang ada di dalam kehidupan sehari-hari. Hampir setiap bagian hidup manusia
mengandung matematika seperti membeli sesuatu di warung, menghitung hari
sebulan, menghitung jam, dan sebagainya. Namun pembelajaran matematika bukan
hanya serbatas berhitung, namun membentuk logika berpikir. Sehingga sangat
diperlukan pemahaman untuk setiap materi yang akan diajarkan.
Pembelajaran metematika mememiliki dua hal yang
menjadi tolak ukur akhir dalam sebuah pembelajaran, yaitu proses dan hasil
belajar. Kenyataannya sekarang, pembelajran matematika di SMP masih memiliki
hasil yang rendah. Hal ini juga terjadi di SMP Negeri 5 Kota Bengkulu di kelas
VII D dapat diketahui bahwa nilai rata-rata ulangan harian siswa mengenai
bidang datar segi empat, yaitu 65. Jika dibandingkan dengan Standar Kriteria
Ketuntasan Minimum (SKKM) di SMP Negeri 5 Kota Bengkulu yang standarnya adalah
75, maka Rata-rata nilai ini masih tergolong rendah dan belum mencapai target
yang diinginkan.
Rendahnya hasil belajar siswa disebabkan oleh
berbagai faktor, misalnya dari hasil wawancara dan observasi, siswa kurang
aktif dalam proses pembelajaran, siswa tidak tertarik dengan pembelajaran, lebih
menyukai obrolan dengan temannya daripada mendengarkan guru menjelaskan. Selain
itu siswa belum mampu memahami konsep-konsep yang diajarkan sehingga kesulitan
dalam menyelesaikan permaslahan yang berkaitan dengan materi yang diberikan.
Berbagai macam cara telah dilakukan oleh guru
sebagai tenaga pengajar agar dapat meningkatkan hasil belajar siswa, guru telah
mencoba mengubah cara pengajaran, memodifikasi pembelajaran, menerapkan metode
pembelajaran matematika yang tepat dan menarik serta menggunakan teknik-teknik
yang bervariasi didalam pembelajaran. Berdasarkan studi pendahuluan diatas
didapatkan bahwa masih banyak guru yang menggunakan cara mengajar yang monoton,
tidak memvariasikan cara mengajar dengan mengintegrasikan komputer sebagai sarana
pembelajaran sehingga banyak siswa yang tidak tertarik dengan pembelajaran
tersebut. Dengan menggunakan software GeoGebra siswa bisa lebih mudah memahami
konsep yang bersifat abstrak. Juga dengan menggunakan metode discovery,
kombinasi ini akan membuat siswa lebih memahami pembelajaran yang berlansung,
karena dengan metode dan media ini siswa benar-benar dapat memahami suatu
konsep karena mereka mengalami sendiri proses untuk menemukan konsep tersebut.
Dari uraian maslah diatas menunjukkan perlunya
pengembangan cara pembelajaran dengan menggunakan media computer dalam kegiatan
pembelajran di kelas melalui penelitian tindakan kelas untuk meningkatkan
pemahaman siswa. Permasalahan tersebut memberikan dorongan terhadap peneliti
untuk melakukan penelitian dengan judul Penerapan Metode Discovery Dengan
Menggunakan Media Geogebra Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Mengenai
Bangun Segi Empat Pada Siswa Kelas Vii Smp Negeri 5 Kota Bengkulu.
1.2
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan
diatas, masalah dalam penelitian ini dirumuskan sebagai berikut :
1.
Bagaimana
cara Penerapan Metode Discovery Dengan Menggunakan Media Geogebra Untuk
Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Mengenai Bangun Segi Empat Pada Siswa Kelas
Vii Smp Negeri 5 Kota Bengkulu?
2.
Bagaimana
cara Penerapan Metode Discovery Dengan Menggunakan Media Geogebra Untuk
Meningkatkan Aktifitas Belajar Siswa Mengenai Bangun Segi Empat Pada Siswa
Kelas Vii Smp Negeri 5 Kota Bengkulu?
1.3
Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan diatas, maka tujuan
penelitian ini adalah :
1.
Untuk
mengetahui Bagaimana cara penerapan metode discovery dengan menggunakan media
geogebra untuk meningkatkan hasil belajar siswa mengenai bangun segi empat pada
siswa kelas vii smp negeri 5 kota bengkulu.
2.
Untuk
mengetahui Bagaimana cara penerapan metode discovery dengan menggunakan media
geogebra untuk meningkatkan aktifitas belajar siswa mengenai bangun segi empat
pada siswa kelas vii smp negeri 5 kota bengkulu.
1.4
Manfaat Penelitian
Dalam Penelitian ini peneliti berharap semoga
penelitian ini dapat memberikan manfaat terhadap pembelajaran matematika.
Manfaat yang diperoleh dari penelitian ini
adalah sebagai berikut :
1. Bagi siswa
Adanya peningkatan aktivitas serta hasil
belajar siswa dalam pembelajaran matematika di kelas.
2. Bagi guru
Sebagai bahan masukan khususnya guru SMP kelas
VII tentang proses pembelajaran yang diterapkan untuk meningkatkan hasil
belajar matematika siswa.
3. Bagi Sekolah
Hasil penelitian ini diharapkan dapat
memberikan kontribusi dalam meningkatkan hasil belajar matematika di SMP Negeri
5 Kota Bengkulu.
4. Bagi peneliti
Memperoleh pengalaman langsung sebagai bahan
pertimbangan untuk diterapkan nantinya setelah menjadi tenaga pengajar.
BAB
II
KAJIAN
PUSTAKA
2.1 Pembelajaran
Matematika
Ali (2004:14) berpendapat bahwa secara umum belajar
dapat diartikan sebagai proses perubahan perilaku, akibat interaksi individu
dengan lingkungan. Sedangkan Dimyati dan Mudjiono (2006:18) berpendapat bahwa
belajar merupakan proses internal yang kompleks. Aspek-aspek yang terlibat
dalam proses internal tersebut adalah seluruh mental yang meliputi ranah-ranah
kognitif, afektif, dan psikomotorik. Proses belajar yang mengaktualisasikan
ranah-ranah tersebut tertuju pada bahan belajar tertentu.
Menurut Johnson dan
Myklebust (dalam Abdurrahman, 2003:252) matematika adalah bahasa simbolis yang
fungsi praktisnya untuk mengekspresikan hubungan-hubungan kuantitatif dan
keruangan sedangkan fungsi teoritisnya adalah untuk memudahkan berfikir.
Matematika bukanlah pengetahuan menyendiri yang dapat sempurna karena dirinya
sendiri, tetapi adanya matematika itu untuk membantu manusia dalam memahami dan
mengusai permasalahan social, ekonomi dan alam (Ismail dkk, 2004:1.3-1.4)
Menurut Mastur Faizi (2013:70) pembelajaran
matematika bukan hanya sebatas berhitung saja, namun membentuk logika berpikir.
Berhitung dapat dilakukan dengan menggunakan alat bantu dan media pembelajaran,
namun menyelesaikan masalah perlu logika berpikir dan analisis.
2.2 Proses
Pembelajaran Menggunakan Metode Discovery
Menurut Mastur Faizi (2013:92) penemuan discovery
merupakan metode yang lebih menekankanpada pengalaman langsung. Pembelajaran
dengan metode pnemuan lebih mengutamakan proses daripada hasil belajar. Dalam
metode ini, tidak berarti sesuatu yang ditemukan siswa benar-benar baru, sebab
sudah diketahui oleh orang lain. Penemuan yang dimaksudkan disini bukan
merupakan penemuan yang sesungguhnya, sebab apa yang ditemukan itu sebenarnya
sudah ditemukan orang.
Metode penemuan adalah metode mengajar yang mengatur
pengajaran sedemikian rupa, sehingga siswa memperoleh pengetahuan yang
sebelumnya belum diketaui. Pada metode penemuan, bentuk akhir dari penemuan
tersebut belum pernah diketahui siswa sebelumnya, tetapi guru sudah mengetahui
apa yang akan ditemukan. Pada pengajaran dengan metode penemuan, siswa didorong
untuk memahami dan menemukan sesuatu.
Kelebihan
metode penemuan
1. Dapat
melatih keterampilan siswa mengamati suatu cara memecahkan persoalan dan
melatih siswa terlibat secara teratur dalam penemuan.
2. Siswa
benar-benar dapat memahami suatu konsep atau rumus, karena mereka mengalami
sendiri proses untuk mendapatkan konsep atau rumus tersebut.
3. Siswa
akan memahami konsep dan teorema lebih baik, ingat lebih lama, dan aktif dalam
proses belajar-mengajar.
4. Metode
ini memungkinkan siswa mengembangkan sifat ilmiah dan menimbulkan semangat
ingin tahu.
5. Metode
ini memberi pandangan ilmu yang luas kepada siswa menuju arah keberhasilan.
Kekurangan
metode penemuan
1. Tidak
semua topic matematika dapat diterapkan dalam metode penemuan.
2. Bila
jumlah siswa banyak akan memberatkan guru dalam memberikan bimbingan penemuan.
3. Bagi
siswa yang lamban akan mengalami frustasi karena tidak dapat menyelesaikan
temuannya.
4. Memerlukan
waktu yang relative lebih lama.
Prosedur Aplikasi
Metode Discovery Learning
Menurut
Syah (2004:244) dalam mengaplikasikan metode Discovery Learning di kelas, ada beberapa prosedur yang harus
dilaksanakan dalam kegiatan belajar mengajar secara umum sebagai berikut:
a. Stimulation (Stimulasi/Pemberian Rangsangan)
Pertama-tama pada tahap
ini pelajar dihadapkan pada sesuatu yang menimbulkan kebingungannya, kemudian
dilanjutkan untuk tidak memberi generalisasi, agar timbul keinginan untuk
menyelidiki sendiri. Disamping itu guru dapat memulai kegiatan PBM dengan
mengajukan pertanyaan, anjuran membaca buku, dan aktivitas belajar lainnya yang
mengarah pada persiapan pemecahan masalah.
Stimulasi pada tahap
ini berfungsi untuk menyediakan kondisi interaksi belajar yang dapat
mengembangkan dan membantu siswa dalam mengeksplorasi bahan. Dalam hal ini
Bruner memberikan stimulation dengan menggunakan teknik bertanya yaitu dengan
mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang dapat menghadapkan siswa pada kondisi
internal yang mendorong eksplorasi. Dengan demikian seorang Guru harus
menguasai teknik-teknik dalam memberi stimulus kepada siswa agar tujuan
mengaktifkan siswa untuk mengeksplorasi dapat tercapai.
b.
Problem Statement (Pernyataan/ Identifikasi Masalah)
Setelah dilakukan
stimulasi langkah selanjutya adalah guru memberi kesempatan kepada siswa untuk
mengidentifikasi sebanyak mungkin agenda-agenda masalah yang relevan dengan
bahan pelajaran, kemudian salah satunya dipilih dan dirumuskan dalam bentuk
hipotesis (jawaban sementara atas pertanyaan masalah) (Syah 2004:244),
sedangkan menurut permasalahan yang
dipilih itu selanjutnya harus dirumuskan dalam bentuk pertanyaan, atau
hipotesis, yakni pernyataan (statement)
sebagai jawaban sementara atas pertanyaan yang diajukan.
Memberikan kesempatan
siswa untuk mengidentifikasi dan menganalisis permasasalahan yang mereka
hadapi, merupakan teknik yang berguna dalam membangun siswa agar mereka
terbiasa untuk menemukan suatu masalah.
c.
Data Collection (Pengumpulan Data)
Ketika eksplorasi
berlangsung guru juga memberi kesempatan kepada para siswa untuk mengumpulkan
informasi sebanyak-banyaknya yang relevan untuk membuktikan benar atau tidaknya
hipotesis (Syah, 2004:244). Pada tahap ini berfungsi untuk menjawab pertanyaan
atau membuktikan benar tidaknya
hipotesis.
Dengan demikian anak
didik diberi kesempatan untuk mengumpulkan (collection)
berbagai informasi yang relevan, membaca literatur, mengamati objek, wawancara
dengan nara sumber, melakukan uji coba sendiri dan sebagainya. Konsekuensi dari
tahap ini adalah siswa belajar secara aktif untuk menemukan sesuatu yang
berhubungan dengan permasalahan yang dihadapi, dengan demikian secara tidak
disengaja siswa menghubungkan masalah dengan pengetahuan yang telah dimiliki.
d.
Data Processing (Pengolahan Data)
Menurut Syah (2004:244)
pengolahan data merupakan kegiatan mengolah data dan informasi yang telah
diperoleh para siswa baik melalui wawancara, observasi, dan sebagainya, lalu
ditafsirkan. Semua informai hasil bacaan, wawancara, observasi, dan sebagainya,
semuanya diolah, diacak, diklasifikasikan, ditabulasi, bahkan bila perlu
dihitung dengan cara tertentu serta ditafsirkan pada tingkat kepercayaan
tertentu.
Data processing disebut juga dengan
pengkodean coding/ kategorisasi yang berfungsi sebagai pembentukan konsep dan
generalisasi. Dari generalisasi tersebut siswa akan mendapatkan pengetahuan
baru tentang alternatif jawaban/ penyelesaian yang perlu mendapat pembuktian
secara logis
e.
Verification (Pembuktian)
Pada tahap ini siswa
melakukan pemeriksaan secara cermat untuk membuktikan benar atau tidaknya
hipotesis yang ditetapkan tadi dengan temuan alternatif, dihubungkan dengan
hasil data processing (Syah, 2004:244). Verification
menurut Bruner, bertujuan agar proses belajar akan berjalan dengan baik dan
kreatif jika guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan suatu
konsep, teori, aturan atau pemahaman melalui contoh-contoh yang ia jumpai dalam
kehidupannya.
Berdasarkan hasil
pengolahan dan tafsiran, atau informasi yang ada, pernyataan atau hipotesis
yang telah dirumuskan terdahulu itu kemudian dicek, apakah terjawab atau tidak,
apakah terbukti atau tidak.
f.
Generalization (Menarik Kesimpulan/Generalisasi)
Tahap generalisasi/
menarik kesimpulan adalah proses menarik sebuah kesimpulan yang dapat dijadikan
prinsip umum dan berlaku untuk semua kejadian atau masalah yang sama, dengan
memperhatikan hasil verifikasi (Syah, 2004:244). Berdasarkan hasil verifikasi
maka dirumuskan prinsip-prinsip yang
mendasari generalisasi. Setelah menarik kesimpulan siswa harus memperhatikan proses generalisasi
yang menekankan pentingnya penguasaan pelajaran
atas makna dan kaidah atau prinsip-prinsip yang luas yang mendasari
pengalaman seseorang, serta pentingnya proses pengaturan dan generalisasi dari
pengalaman-pengalaman itu.
2.3 Komputer
Sebagai Media Pembelajaran
H.W. Fowler dalam
Saminanto (2010) mengatakan bahwa matematika adalah ilmu yang mempelajari
tentang bilangan dan ruang yang bersifat abstrak. Sehingga untuk menunjang
kelancaran pembelajaran disamping pemilihan metode yang tepat juga perlu
digunakan suatu media pembelajaran yang sangat berperan dalam membimbing
abstraksi siswa.
Hamalik dalam Arsyad
(2010 : 15) mengemukakan bahwa pemakaian media dalam pembelajaran dalam proses
belajar mengajar dapat membangkitkan keinginan dan minat yang baru,
membangkitkan motivasi dan rangsangan kegiatan belajar, dan bahkan membawa
pengaruh-pengaruh psikologis terhadap siswa. Sedangkan Ibrahim dalam Arsyad
(2010:16) menjelaskan betapa pentingnya media pembelajaran karena media pembelajaran
membawa dan membangkitkan rasa senang dan gembira bagi murid–murid dan
memperbarui semangat mereka. Membantu memantapkan pengetahuan pada benak para
siswa serta menghidupkan pelajaran.
Perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi semakin mendorong upaya–upaya pembaharuan dalam
pemanfaatan hasil teknologi dalam proses belajar. Para guru dituntut agar mampu
menggunakan alat–alat yang dapat disediakan oleh sekolah, dan tidak menutup
kemungkinan bahwa alat–alat tersebut sesuai dengan perkembangan dan tuntutan
zaman. ( Arsyad, 2010: 2).
Komputer adalah alat
elektronis yang dapat menghitung atau mengelolah data secara cermat menurut
yang diinstruksikan dan memberikan hasil pengolahan, biasanya terdiri atas unit
pemasukan, unit pengeluran, unit penyimpanan, serta unit pengontrolan. ( Maria
Ulpah : 2007 )
Komputer sebagai media
dalam proses pembelajaran memiliki beberapa keistimewaan yang tidak dimiliki
oleh media lain, beberapa keistimewaan itu antara lain :
1. Komputer
dapat berperan sebagai media yang efektif untuk menumbuh kembangkan minat dan
kreativitas siswa dalam pembelajaran.
2. Komputer
dapat menjadikan siswa berpartisipasi aktif dalam pembelajaran (terciptanya hubungan
interaktif).
3. Dengan
menggunakan komputer sebagai media pembelajaran, seringkali siswa berhasil
mempelajari bahan ajar yang sama banyaknya dengan waktu yang lebih sedikit.
4. Siswa
yang belajar dengan media komputer mempunyai kemampuan mengingat materi dalam
waktu yang lebih lama dan dapat menggunakannya dalam bidang–bidang lain.
5. Komputer
memberi fasilitas bagi siswa untuk mengulangi pelajaran apabila diperlukan,
dengan tujuan memperkuat proses belajar dan memperbaiki ingatan.
6. Komputer
membantu siswa memperoleh umpan balik secara leluasa dan bisa memacu.
7. Motivasi
siswa dengan peneguhan positif yang diberikan jika siswa memberikan jawaban. (
Maria : 2007)
Dalam pembelajaran
matematika, komputer banyak digunakan untuk materi yang memerlukan gambar,
animasi, visualisasi dan warna, misalnya geometri. Clements dalam Abdussakir
(2010) menyatakan bahwa pembelajaran geometri dengan komputer perlu dilakukan.
Dengan komputer, siswa dapat termotivasi untuk menyelesaikan masalah-masalah
geometri. Satu hal yang paling penting adalah komputer dapat memuat konsep
matematika ( khusunya geometri ) yang abstrak dan sulit menjadi lebih konkret
dan jelas.
“Teknologi penting
dalam belajar dan mengajar matematika; teknologi mempengaruhi matematika yang
diajarkan dan meningkatkan proses belajar siswa” (NCTM, 2000 : 24) dalam Van De
Walle ( 2008 : 3 ).
Berdasarkan berbagai
studi tentang penggunaan komputer dalam pembelajaran matematika ditemukan bahwa
hasil belajar siswa yang belajar matematika dengan komputer lebih baik daripada
yang tidak menggunakan komputer ( Lockard dkk, 1990 ) dalam Abdussakir ( 2010).
2.4 GeoGebra
Pemanfaatan
teknologi komputer dengan berbagai program dalam pembelajaran matematika sudah
merupakan keharusan dan kebutuhan. Salah satu progam komputer yang dapat
dimanfaatkan sebagai media pembelajaran matematika khususnya geometri adalah
GeoGebra. GeoGebra dikembangkan oleh Markus Hohenwarter pada tahun 2001.
Syaiful Hamzah (2011) mengemukakan bahwa GeoGebra adalah perangkat lunak
matematika yang dinamis dan bersifat open source (free) untuk pembelajaran dan
pengajaran matematika di sekolah. Program ini dapat dimanfaatkan secara bebas
yang dapat diunduh dari www.geogebra.com. Website
ini rata-rata dikunjungi sekira 300.000
orang tiap bulan. Hingga saat ini, program ini telah digunakan oleh ribuan
siswa maupun guru dari sekira 192 negara.
GeoGebra adalah perangkat lunak matematika dinamis yang
menggabungkan geometri, aljabar, dan kalkulus. Perangkat lunak ini dikembangkan
untuk proses belajar mengajar matematika di sekolah oleh Markus Hohenwarter di
Universitas Florida Atlantic. Selain itu bahasanya bisa diubah ke dalam bahasa
Indonesia.
Hohenwarter & Fuchs dalam Mahmudi (2010) mengatakan GeoGebra
sangat bermanfaat sebagai media pembelajaran matematika dengan beragam
aktivitas sebagai berikut.
1.
Sebagai media demonstrasi
dan visualisasi. Dalam hal ini, dalam pembelajaran yang bersifat tradisional,
guru memanfaatkan GeoGebra untuk mendemonstrasikan dan memvisualisasikan
konsep-konsep matematika tertentu.
2.
Sebagai alat bantu
konstruksi. Dalam hal ini GeoGebra digunakan untuk memvisualisasikan konstruksi
konsep matematika tertentu, misalnya mengkonstruksi segitiga.
3.
Sebagai alat bantu proses
penemuan. Dalam hal ini GeoGebra digunakan sebagai alat bantu bagi siswa untuk
menemukan suatu konsep matematis, misalnya tempat kedudukan titik-titik atau
karakteristik parabola.
2.5 Belajar Geometri
Burger & Shaughnessy dalam Abdusakir
(2010) mengemukakan bahwa :
“Geometri
menempati posisi khusus dalam kurikulum matematika, karena banyaknya konsep
yang termuat di dalamnya. Geometri merupakan penyajian abstraksi dari
pengalaman visual dan spasial, misalnya bidang, pola, pengukuran dan pemetaan”.
Burger & Shaughnessy dalam
Abdussakir (2010) mengatakan bahwa Geometri juga merupakan lingkungan untuk
mempelajari struktur matematika. Geometri merupakan bagian dari matematika yang
membicarakan titik, garis, bidang, ruang dan keterkaitan satu sama lain. Stein
dalam I Gusti Agung (2008). Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa belajar
geometri adalah mempelajari benda yang konkret lalu diabstraksikan, objeknya
abstrak, sehingga untuk mempelajarinya diperlukan suatu proses berpikir.
Didalam belajar geometri secara khusus telah ditemukan teori tentang level
berpikir yaitu teori Van Hiele. Menurut teori Van Hiele, seseorang akan melalui
lima tahap perkembangan berpikir dalam belajar geometri.
2.5.1 Tahap Berpikir Geometris Van Hiele
Standar
NCTM dalam Van De Walle (2008 : 150) menyatakan standards mendukung pemikiran
bahwa semua siswa dapat berkembang dalam keterampilan dan pemahaman siswa dalam
geometri yang meliputi seluruh tingkat, dari pemikiran informal ke lebih
formal, sejalan dengan pemikiran para pakar teori dan peneliti. Standar
geometri memiliki sekumpul tujuan untuk semua tingkatan. Keempat tujuan dalam
geometri ini yaitu :
1.
Bentuk dan sifat mencakup pelajaran
sifat–sifat dari bentuk–bentuk baik dua maupun tiga dimensi, juga pembelajaran
tentang hubungan yang terbangun dari sifat–sifat tersebut.
2. Transformasi mencakup pembelajaran translasi,
refleksi, rotasi (pergeseran, pembalikan, dan perputaran), pembelajaran simetri
dan konsep kesebangunan.
3. Lokasi mengacu terutama kepada geometri
koordinat atau cara lain dalam menentukan bagaimana benda–benda terletak dalam
bidang ataupun ruang.
4. Visualisasi mencakup pengenalan bentuk–bentuk
di lingkungan sekitar, pengembangan hubungan antara benda–benda dua dimensi
dengan tiga dimensi, serta kemampuan menggambar dan mengenal bentuk dari berbagai
sudut pandang.
Tingkat – tingkat pemikiran
geometris Van Hiele
1. Level
0 : Visualisasi
Objek
– objek pikiran pada level 0 berupa bentuk–bentuk dan bagaimana “ rupa” mereka.
Siswa
mengenali bentuk–bentuk secara umum dengan cara memperhatikan bangun–bangun
geometri berdasarkan penampilan fisik sebagian atau keseluruhan. Biarkan siswa
hanya memperhatikan segitiga sama sisi, segitiga sama kaki tetapi tidak perlu
memberi pertanyaan kenapa segitiga itu demikian. Pada tingkat ini siswa hanya memperhatikan
saja.
2. Level
1 : Analisis
Tahap
ini dikenal dengan tahap deskriptif. Pada tahap ini sudah tampak adanya
analisis terhadap konsep dan sifat–sifatnya. Siswa dapat menentukan sifat-sifat
suatu bangun dengan melakukan pengamatan, pengukuran, eksperimen, menggambar
dan membuat model. Meskipun demikian, siswa belum sepenuhnya dapat menjelaskan
hubungan antara sifat-sifat tersebut, belum dapat melihat hubungan antara
beberapa bangun geometri dan definisi tidak dapat dipahami oleh siswa.
3. Level
2 : Deduksi Informal
Tahap
ini juga dikenal dengan tahap abstrak, tahap abstrak/relasional, tahap
teoritik, dan tahap keterkaitan. Pada tahap ini, siswa sudah dapat melihat
hubungan sifat-sifat pada suatu bangun geometri dan sifat-sifat antara beberapa
bangun geometri. Siswa dapat membuat definisi abstrak,menemukan sifat-sifat
dari berbagai bangun dengan menggunakandeduksi informal, dan dapat
mengklasifikasikan bangun-bangun secara hirarki.
4. Level
3 : Deduksi
Tahap
ini juga dikenal dengan deduksi formal. Pada tahap ini siswa dapat menyusun
bukti, tidak hanya sekedar menerima bukti. Siswa dapat menyusun teorema dalam
sistem aksiomatik. Pada tahap ini siswa berpeluang untuk mengembangkan bukti
lebih dari satu cara. Perbedaan antara pernyataan dan konversinya dapat dibuat
dan siswa menyadari perlunya pembuktian melalui serangkaian penalaran deduktif.
5. Level
4 : Ketepatan ( Rigor )
Pada
tahap ini siswa bernalar secara formal dalam sistem matematika dan dapat
menganalisis konsekuensi dari manipulasi aksioma dan definisi. Saling
keterkaitan antara bentuk yang tidak didefinisikan, aksioma, definisi, teorema
dan pembuktian formal dapat dipahami.
Teori Van Hiele mempunyai karakteristik
yaitu (1) tingkatantingkatan tersebut bertahap. Untuk sampai pada tiap-tiap
tingkatan siswa harus menempuh tingkatan sebelumnya. (2) tingkatan- tingkatan
tersebut tidaklah bergantung-usia seperti tahap perkembangan Piaget. (3)
pengalaman geometri merupakan faktor tunggal terbesar dalam mempengaruhi
perkembangan dalam tingkatan – tingkatan tersebut. (4) ketika konstruksi atau
bahasa yang digunakan terletak pada tingkatan yang lebih tinggi daripada yang
siswa miliki, akan ada komunikasi yang kurang.
2.6 Bangun
Datar Segi Empat
Pada dasarnya segi
empat adalah bangun datar yang memiliki empat sisi dan empat sudut. Definisi
tersebut menyatakan jelas tidak ada aturan lain yang membatasinya sehingga
dasar segi empat adalah segi empat yang kita kenal sebagai segi empat tak
beraturan.
Jenis-jenis segiempat beraturan
1) Persegi
a. Sifat-sifat
-
Semua sifat persegi panjang merupakan
sifat persegi.
-
Suatu persegi dapat menempati bingkainya
dengan delapan cara.
-
Semua sisi persegi adalah sama panjang.
-
Sudut-sudut suatu persegi dibagi dua
sama besar oleh diagonal-diagonalnya.
-
Diagonal-diagonal persegi saling
berpotongan sama panjang membentuk sudut siku-siku
b. Definisi
Definisi
analitik
Persegi
adalah segiempat yang keempat sisinya sama panjang dan keempat sudutnya sama
besar, yaitu 90o.
Definisi
genetic
Persegi
adalah bentuk khusus dari persegipanjang dengan keempat sisinya sama panjang.
c. Rumus
Keliling
K
= 4 x sisi atau K = 4s
d. Rumus
Luas Daerah
L
= sisi x sisi
2) Persegi
Panjang
a. Sifat-sifat
persegipanjang:
-
Mempunyai empat sisi, dengan sepasang
sisi yang berhadapan sama panjang dan sejajar.
-
Keempat sudutnya sama besar dan
merupakan sudut siku-siku (900).
-
Kedua diagonalnya sama panjang dan
berpotongan membagi dua sama besar .
-
Dapat menempati bingkainya kembali
dengan empat cara.
b. Definisi
Definisi
analitik
Persegipanjang
adalah bangun datar yang memiliki empat sisi lurus (dua pasang sisi) di mana
sisi-sisi yang berhadapan sama panjang dan keempat sudutnya siku-siku.
Definisi
genetic
Persegi
panjang adalah segiempat yang terbentuk dari segitiga siku-siku dan bayangannya
yang diputar 180o.
c. Rumus
Keliling
K
= 2 (panjang + lebar)
d. Rumus
Luas
L
= panjang x lebar
3) JajarGenjang
a. Sifat-sifat
-
Sisi-sisi yang berhadapan pada setiap
jajargenjang sama panjang dan sejajar.
-
Sudut-sudut yang berhadapan pada setiap
jajargenjang sama besar.
-
Jumlah pasangan sudut yang saling
berdekatan pada setiap jajargenjang adalah 1800
-
Pada setiap jajargenjang kedua
diagonalnya saling membagi dua sama panjang.
b. Definisi
Definisi
analitik
Jajargenjang
adalah segiempat dengan sisi-sisi yang berhadapan sejajar dan sama panjang
serta sudut-sudut yang berhadapan sama besar.
Definisi
genetik
Jajargenjang
adalah bangun segiempat yang dibentuk dari sebuah segitiga dan bayangannya yang
diputar setengah putaran (1800) pada titik tengah salah satu sisinya.
c. Rumus
Keliling
K
= jumlah keempat sisinya = AB + BC + CD + DA
d. Rumus
Luas
Luas
= alas x tinggi
4) Belah
Ketupat
a. Sifat-sifat
-
Semua sisi pada belahketupat sama
panjang.
-
Kedua diagonal pada belahketupat
merupakan sumbu simetri.
-
Kedua diagonal belahketupat saling
membagi dua sama panjang dan saling berpotongan tegak lurus.
-
Pada setiap belahketupat sudut-sudut
yang berhadapan sama besar dan dibagi dua sama besar oleh diagonal-diagonalnya.
b. Definisi
Definisi
Analitik
Belahketupat
adalah segiempat yang keempat sisinya sama panjang.
Definisi
Genetik
Belahketupat
adalah bangun segiempat yang dibentuk dari gabungan segitiga sama kaki dan bayangannya
setelah dicerminkan terhadap alasnya.
c. Rumus
Keliling
K
= jumlah sisi-sisinya = AB + BC + CD + DA
d. Rumus
Luas
L
= 1/2(d1 x d2)
5) Layang-Layang
a. Sifat-sifat
-
Masing-masing sepasang sisinya sama
panjang.
-
Sepasang sudut yang berhadapan sama
besar .
-
Salah satu diagonalnya merupakan sumbu
simetri.
-
Salah satu diagonal layang-layang
membagi diagonal lainnya menjadi dua bagian sama panjang dan kedua diagonal itu
saling tegak lurus.
b. Definisi
Definisi
analitik
Layang-layang
adalah segiempat dengan dua pasang sisi-sisi yang berdekatan sama panjang.
Definisi
genetik
Layang-layang
adalah suatu bangun datar segiempat yang dibentuk oleh dua buah segitiga sama
kaki yang alasnya sama panjang dan berimpit.
c. Rumus
Keliling
K
= jumlah sisi-sisinya = AB + BC + CD +DA
d. Rumus
Luas
L
= 1/2 (d1 x d2)
6) Trapesium
a. Sifat-sifat
-
Sepasang sisi yang berhadapan sejajar
-
Sudut antara sisi-sisi sejajar yang
memiliki kaki sudut sekutu salah satu sisi tegaknya berjumlah 180o.
-
Diagonal-diagonal trapesium sama kaki
adalah sama panjang.
b. Definisi
Definisi
analitik
Trapesium
adalah bangun datar segiempat yang tepat mempunyai sepasang sisi yang sejajar
Definisi
genetic
Trapesium
adalah segiempat yang terbentuk dari sebuah segitiga yang dipotong oleh salah
satu garis yang sejajar dengan salah satu sisinya.
c. Rumus
Keliling
K
= AB + BC + CD + DA
d. Rumus
Luas
Luas
= (jumlah sisi sejajar x tinggi)/2
2.7 Aktifitas
Belajar
Menurut Djamarah
(2008:2) aktivitas belajar ialah semua kegiatan dari jiwa raga, psikofisik, menuju perkembangan
pribadi individu seutuhnya, yang menyangkut unsur cipta (kognitif), rasa
(afektif), dan karsa (psikomotor).
Proses belajar tidak mungkin berlangsung dengan baik tanpa ada aktivitas
yang dilakukan oleh siswa. Aktivitas belajar mencakup aktivitas yang bersifat
fisik maupun mental.
Paul B. Dierich (Sardiman, 2012:101) berpendapat
aktivitas dalam pembelajaran dapat dikelompokkan sebagai berikut.
1.
Visual activities : Membaca, memperhatikan gambar demonstrasi, mengamati
orang bekerja dan percobaan.
2.
Oral activities : Menyatakan, merumuskan, bertanya, memberi saran,
mengeluarkan pendapat, mengadakan wawancara, diskusi dan interupsi.
3.
Listening activities : Mendengarkan uraian, mendengarkan percakapan atau
diskusi kelompok, dan mendengarkan suatu instrumen.
4.
Writing activities : Menulis cerita, karangan, laporan, dan angket.
5.
Drawing activities : Menggambar, membuat grafik, peta, dan diagram.
6.
Motor activities : Melakukan percobaan, membuat konstruksi, memilih alat,
menyelenggarakan permainan (simulasi).
7.
Mental activities : menanggapi, mengingat, memecahkan soal, menganalisis,
melihat hubungan dan mengambil keputusan.
8.
Emotional activities : Menaruh minat, merasa bosan, gembira, beremangat,
bergairah, berani, tenang dan sebagainya.
2.8 Hasil
Belajar
Sebagaimana dinyatakan oleh Dimyati dan Mudjiono
(2006:3), dengan berakhirnya suatu proses belajar, maka siswa akan memperoleh
suatu hasil belajar. Hasil belajar merupakan hasil dari suatu interaksi tindak
belajar dan tindak mengajar. Dari sisi siswa, hasil belajar merupakan
berakhirnya proses belajar yang terjadi di dalam kelas.
Menurut Sudjana (2009:22-23), hasil belajar dibagi
menjadi tiga ranah, yaitu ranah kognitif : berkenaan dengan hasil belajar
intelektual yang terdiri dari enam aspek, yakni pengetahuan atau ingatan,
pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis dan evaluasi. Ranah afektif : berkenaan
dengan sikap yang terdiri dari lima aspek, yakni penerimaan, jawaban atau reaksi,
penilaian, organisasi dan internalisasi. Ranah psikomotorik : berkenaan dengan
hasil belajar keterampilan dan kemampuan bertindak. Ada enam aspek ranah
psikomotorik, yakni gerakan refleks, keterampilan gerakan dasar, kemampuan
perseptual, keharmonisan atau ketepatan, gerakan keterampilan kompleks dan
gerakan ekspresif dan interpretatif.
Hasil belajar adalah
pola-pola perbuatan, nilai-nilai, pengertian-pengertian, sikap-sikap, apresiasi
dan keterampilan (Suprijono, 2012:5). Merujuk pemikiran Gagne, hasil belajar
berupa :
1. Informasi
verbal yaitu kapabilitas mengungkapkan pengetahuan dalam bentuk bahasa, baik
lisan maupun tertulis. Kemampuan merespons secara spesifik terhadap rangsangan
spesifik. Kemampuan tersebut tidak memerlukan manipulasi simbol, pemecahan masalah
maupun penerapan aturan.
2. Keterampilan
intelektual yaitu kemampuan mempresentasikan konsep dan lambang. Keterampilan
intelektual terdiri dari kemampuan mengategorisasi, kemampuan
analitis-sintetis-fakta-konsep dan mengembangkan prinsip-prinsip keilmuan.
Keterampilan intelektual merupakan kemampuan melakukan aktivitas kognitif
bersifat khas.
3. Strategi
kognitif yaitu kecakapan menyalurkan dan mengarahkan aktivitas kognitifnya
sendiri. Kemampuan ini meliputi penggunaan konsep dan kaidah dalam pemecahan masalah.
4. Keterampilan
motorik yaitu kemampuan melakukan serangkaian gerak jasmani dalam urusan dan
koordinasi, sehingga terwujud otomatisme gerak jasmani.
5. Sikap
adalah kemampuan menerima atau menolak objek berdasarkan penilaian terhadap
objek tersebut. Sikap merupakan kemampuan menginternalisasi dan eksternalisasi
nilai-nilai. Sikap merupakan kemampuan menjadikan nilai-nilai sebagai standar
perilaku.
Dengan demikian yang dimaksud hasil belajar siswa dalam
penelitian ini adalah hasil hasil yang diperoleh dan dikuasai siswa setelah
proses pembelajaran yang berupa ranah kognitif atau kemampuan berfikir, ranah
afektif atau sikap dan ranah psikomotorik atau keterampilan serta kemampuan
bertindak sehingga hasil belajar yang diharapkan sesuai tujuan pembelajaran setelah
proses belajar berlangsung. Dengan kata lain, hasil belajar siswa pada mata
pelajaran matematika merupakan apa yang diperoleh siswa dari proses belajar
matematika.
2.9
BAB
III
METODE
PENELITIAN
3.1 Populasi
dan Sampel/Subjek Penelitian
Subjek penelitian ini adalah siswa kelas VII SMP
Negeri 3 Kota Bengkulu tahun ajaran 2012/2013 dengan jumlah siswa 38 siswa yang terdiri dari 20 siswa laki-laki dan 18 siswa
perempuan. Untuk kelas VII SMP Negeri 3 Kota Bengkulu tahun pelajaran 2012/2013
memiliki empat kelas yaitu VII A, VII B, VII C, VII D
Tabel 3.1 Hasil
ujian matematika semester ganjil kelas VII SMPN 3 Kota
Bengkulu tahun
pelajaran 2012/2013
Kelas
|
Nilai
Tertinggi
|
Nilai
Terendah
|
Rata-rata
|
Variansi
|
VII A
|
82.5
|
27.5
|
61.66
|
14.70
|
VII B
|
82.5
|
25
|
58.03
|
14.50
|
VII C
|
89.5
|
26.5
|
57.71
|
15.54
|
VII D
|
92.5
|
26.5
|
56.55
|
15.57
|
Jumlah
|
347
|
105.5
|
175.92
|
60.31
|
Rata-rata
|
86.75
|
26.38
|
43.98
|
15.08
|
(Sumber:
Dokumentasi Guru Matematika Kelas VII SMPN 3 Kota Bengkulu)
Peneliti memilih VII D sebagai kelas yang dijadikan tempat penelitian karena
berdasarkan rata-rata nilai ulangan semester ganjil kelas VII D paling rendah dan variansi tertinggi dari kelas VII lainnya.
3.2 Jenis
Penelitian
Penelitian ini
dilaksanakan dengan menggunakan metode Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Menurut
Daryanto
(2011:4), penelitian tindakan kelas adalah penelitian yang dilakukan oleh guru di dalam kelasnya sendiri melalui
refleksi diri dengan tujuan untuk memperbaiki kualitas proses pembelajaran di
kelas, sehingga hasil belajar siswa dapat ditingkatkan.
Suhardjono
(Arikunto, 2009 :74-80) menyebutkan bahwa PTK merupakan rangkaian empat kegiatan yang dilakukan dalam siklus
berulang. Empat kegiatan utama yang ada
pada setiap siklus, yaitu:
1. Perencanaan
Tahapan ini menyusun rancangan tindakan yang menjelaskan
tentang apa, mengapa, kapan, dimana, oleh siapa, dan bagaimana tindakan tersebut akan
dilakukan.
2. Tindakan
Pada tahap ini, rancangan strategi dan skenario penerapan
pembelajaran akan diterapkan.
3. Pengamatan
Pada tahap ini, peneliti (atau guru apabila ia bertindak
sebagai peneliti) melakukan pengamatan dan mencatat semua hal yang diperlukan
dan terjadi selama pelaksanaan tindakan berlangsung.
4. Refleksi
Tahapan ini dimaksudkan untuk mengkaji secara menyeluruh
tindakan yang telah dilakukan, berdasarkan data yang telah terkumpul, kemudian
dilakukan evaluasi guna menyempurnakan tindakan berikutnya.
3.3 Rancangan
Penelitian
Dalam penelitian ini, peneliti merencanakan tindakan
sebanyak tiga siklus dengan empat kegiatan utama yang ada pada setiap siklus
yaitu : a) Perencanaan, b) Pelaksanaan Tindakan, c) Pengamatan, dan d)
Refleksi. Empat tahapan tersebut digambarkan pada bagan berikut.
Gambar 3.1 Desain Penelitian Tindakan Kelas (Arikunto,
2006:16).
Adapun uraian kegiatan yang dilakukan yang dilakukan
dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.
1.
Refleksi
Awal
Sebelum
melakukan penelitian tindakan, maka terlebih dahulu dilakukan refleksi awal.
Refleksi awal tersebut berupa observasi, wawancara terhadap guru matematika
kelas VII3 dan tes awal. Observasi dan wawancara dilakukan untuk
mengetahui proses belajar mengajar di dalam kelas dan
permasalahan-permasalahannya. Setelah dilakukan observasi dan wawancara,
selanjutnya dilakukan tes awal (lampiran 5). Sudijono (2009:69) mengatakan bahwa tes awal
dilaksanakan dengan tujuan untuk mengetahui sejauh mana materi atau bahan
pelajaran yang telah diajarkan dapat dikuasai oleh peserta didik. Tes ini
dilakukan sebelum dimulainya proses pembelajaran yang bertujuan untuk melihat
pengetahuan awal siswa serta kemampuan masing-masing siswa untuk dapat
dikelompokkan sesuai dengan kemampunnya.
Refleksi
awal ini dimaksudkan agar peneliti dapat menentukan tindakan yang tepat untuk
dapat menerapkan Cooperative Learning
teknik Rotating Trio Exchange dalam
pembelajaran matematika
2. Siklus I
a.
Perencanaan
Adapun
langkah-langkah yang dilakukan dalam tahap perencanaan ini :
1.
Menentukan
pokok bahasan yaitu segiempat.
2.
Menyusun
RPP siklus I yang
berorientasi pada metode Discovery menggunakan media
GeoGebra.
3.
Menyusun
LKS Siklus I yang berisi materi segiempat dan lembar tes akhir siklus I beserta rubrik penilaian tes akhir siklus I.
4.
Menyiapkan
lembar observasi aktivitas siswa siklus I.
5.
Menyiapkan
angket respon siswa pada siklus I.
a.
Pelaksanaan
Tindakan
Dalam
pelaksanaan tindakan ini peneliti akan bertindak sebagai guru untuk proses
pembelajaran dengan menerapkan metode Discovery dengan menggunakan
media GeoGebra. Tahap
pelaksanaan ini mengacu pada RPP yang berorientasi pada metode
discovery dengan media GeoGebra.
b. Pengamatan
Tahap
pengamatan dilakukan pada saat proses belajar mengajar sedang berlangsung.
Pengamatan ini menggunakan lembar observasi aktivitas yang telah disiapkan oleh
peneliti. Pada tahap ini juga dilakukan pengisian angket respon siswa dan tes
akhir siklus.
c. Refleksi
Pada tahap refleksi dilakukan suatu analisis yang
tujuannnya untuk mengetahui kelemahan atau kekurangan yang terjadi selama
proses pembelajaran yang telah dilakukan. Dari refleksi tersebut dilakukan
identifikasi hal-hal yang sudah dicapai dan yang belum dicapai siswa yang
nantinya akan digunakan sebagai acuan untuk melakukan perbaikan pada siklus
selanjutnya. Tindakan ini akan berlangsung secara berulang-ulang pada siklus berikutnya
dengan berbagai perbaikan apabila diperlukan. Kemudian data yang diperoleh
setiap siklus dianalisis dengan teknik analisa data yang telah disiapkan.
3. Siklus II
Siklus II merupakan perbaikan dari siklus pertama,
tahapan dari setiap siklus perlu disusun dengan rencana yang matang dengan
mempelajari hasil refleksi tindakan pertama dan digunakan sebagai masukan pada
tindakan siklus kedua. Pada siklus ini juga terdapat empat kegiatan utama yang
terdiri dari perencaan, tindakan, pengamatan, dan refleksi. Apabila
permasalahan belum terselesaikan dilanjutkan ke siklus berikutnya.
4. Siklus III
Siklus III merupakan perbaikan dari siklus II, tahapan
dari setiap siklus perlu disusun rencana yang matang dengan mempelajari hasil
refleksi tindakan kedua dan menggunakannnya sebagai masukan pada tindakan
siklus ketiga. Pada siklus ini juga terdapat empat kegiatan utama yang terdiri
dari perencanaan, tindakan, pengamatan, dan refleksi. Dalam penelitian ini,
indikator keberhasilan yang diharapkan sudah tercapai dan permaslahan yang
masih ditemukan dalam siklus II sudah diperbaiki dan ditingkatkan pada siklus
III sehingga penelitian ini kemudian dihentikan.
3.4 Teknik
Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data pada penelitian ini adalah
observasi, tes hasil belajar, dan dokumentasi. Menurut Sudijono (2005: 76), observasi sebagai alat evaluasi
banyak digunakan untuk menilai tingkah laku individu atau proses terjadinya
suatu kegiatan yang dapat diamati, baik dalam situasi yang sebenarnya maupun
dalam situasi buatan. Observasi dapat mengukur atau menilai hasil dan proses
belajar; misalnya tingkah laku peserta didik pada waktu guru menyampaikan
pelajaran di kelas.
Sudijono (2005:
73) mengemukakan bahwa tes hasil belajar dapat didefinisikan sebagai cara (yang
dapat dipergunakan) atau prosedur (yang perlu ditempuh) dalam rangka pengukuran
dan penilaian hasil belajar, yang berbentuk tugas dan serangkaian tugas (baik
berupa pertanyaan-pertanyaan atau soal-soal) yang harus dijawab, atau
perintah-perintah yang harus dikerjakan oleh testee, sehingga (berdasar atas data yang diperoleh dari kegiatan
pengukuran itu) dapat dihasilkan nilai yang melambangkan tingkah laku atau
prestasi belajar testee; nilai mana
dapat dibandingkan dengan nilai-nilai standar tertentu, atau dapat pula dibandingkan
dengan nilai-nilai yang berhasil dicapai oleh testee lainnya.
Dokumentasi dalam penelitian ini merupakan bukti-bukti
dan keterangan-keterangan berupa foto-foto dari kegiatan pembelajaran yang
terjadi dalam setiap pertemuan.
3.5 Teknik
Analisis Data
Data yang diperoleh dari hasil observasi, dan tes hasil
belajar akan dianalisis secara deskriptif kuantitatif.
1. Lembar
Observasi Aktivitas
Lembar
observasi aktivitas siswa digunakan untuk mengetahui aktivitas siswa pada saat proses belajar
mengajar berlangsung dan sebagai pedoman untuk memperbaiki pelaksanaan proses
belajar mengajar pada siklus selanjutnya.
|
Lembar observasi
siswa diolah dengan menggunakan persamaan sebagai berikut:
|
(Sudjana,
1995:78)
Keterangan :
Skor tertinggi = jumlah butir observasi x skor tertinggi
tiap butir observasi
Skor terendah = jumlah butir observasi x skor terendah
tiap butir observasi
Kriteria yang digunakan adalah kurang ( K ), cukup ( C ),
dan baik ( B ).
K = Kurang, skor nilai = 1
C = Cukup, skor nilai = 2
B = baik, skor nilai = 3
Pada lembar
observasi aktivitas siswa jumlah butir observasi 15, skor tertinggi tiap butir
observasi adalah 3, skor terendah tiap butir observasi adalah 1, maka skor
tertinggi adalah 3 x 15 = 45 dan skor terendah adalah 1 x 15 = 15.
Jadi, kisaran nilai
untuk tiap kriteria = 10
Kisaran skor penilaian untuk lembar observasi aktivitas
siswa adalah
Tabel 3.2.
Kriteria penilaian untuk lembar observasi siswa
No
|
Kategori
|
Interval
|
1
|
Kurang
|
15-24
|
2
|
Cukup
|
25-34
|
3
|
Baik
|
35-45
|
2.
Tes
Hasil Belajar
Data tes
dianalisis dengan menggunakan nilai individu, nilai rata-rata siswa, dan
ketuntasan belajar klasikal. Tes digunakan untuk mengetahui hasil belajar
kognitif siswa pada setiap siklus.
a.
Nilai rata-rata siswa
Rumus untuk menghitung rata-rata nilai siswa : =
Keterangan : = Nilai
rata-rata siswa
SX = Jumlah nilai siswa
N =
Jumlah siswa
b.
Ketuntasan Belajar Klasikal
Rumus untuk menghitung ketuntasan belajar klasikal: KB = x 100%
Keterangan : KB = Ketuntasan belajar
Ns = Jumlah siswa tuntas
S =
Jumlah seluruh siswa
DAFTAR
PUSTAKA
Abdurrahman, Mulyono. 2003. Pendidikan
Bagi Anak Berkesulitan Belajar. Jakarta: Rineka Cipta.
Abdusakir. 2010.
Pembelajaran Geometri Sesuai Teori Van Hiele.El-HIKMAH: Jurnal Kependidikan dan
keagamaan.Vol VII No 2. Fakultas Tarbiyah UIN Maliki Malang.
Ali,
Muhammad. 2004. Guru Dalam Proses Belajar Mengajar. Bandung : Sinar Baru
Algesindo.
Arsyad,
Azhar. 2010. Media Pembelajaran. Jakarta : Raja Grafindo Persada.
Dimyati dan
Mudjiono. 2006. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta.
Djamarah, S.B. 1993. Strategi
Belajar Mengajar. Jakarta: Rineka Cipta.
Faizi,
Mastur. 2013. Ragam Metode Mengajarkan
Eksakta pada Murid. Jogjakarta: DIVA Press
Hamzah.S.
2011. GeoGebra In 10 Lesson. Tutorial GeoGebra http://syaifulhamzah.files.wordpress.com/2011/12/tutorial-geogebra.pdf diakses
pada tanggal 17 januari 2012 pukul 22.20 wib
Ismail, dkk. 2004. Kapita Selekta
Pembelajaran Matematika. Jakarta: Universitas Terbuka.
I
Gusti Agung .2008. Problematika Pembelajarn Geometri Antara “Action” dan
“Illusion” . Makalah Pada Seminar Pendidikan Matematika Tentang Pemantapan
Konsep dan Pemecahan Masalah Geometri Pada Pendidikan Dasar. Universitas
pendidikan Genesa Singaraja (http://p4tkmatematika.org)
diakses pada tanggal 6 Februari 2012 pukul 08.15
Mahmudi.
A. 2010. Membelajarkan Geometri dengan Program Geogebra. Makalah Pada Seminar
Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika. FMIPA Universitas Negeri
Yogyakarta :Yogyakarta (http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/Makalah%2017%20Semnas%20LPM%20UNY%202011%20_Pemanfaatan%20GeoGebra%20dalam%20Pembelajaran%20Matematika_.pdf
) di akses pada tanggal 17 desember 2011, pukul 22.03
Saminanto. 2010.
Ayo Praktik PTK. Semarang : Rasail Media Group.
Sardiman. 2012. Interaksi
& Motivasi Belajara Mengajar. Jakarta : Rajawali Pers.
Sudijono, Anas. 2005. Pengantar
Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Sudjana, Nana. 2009. Penilaian
Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Syah, M., 1996. Psikologi Pendidikan Suatu Pendekatan Baru.
Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Ulpah,Maria.
2007. “Penggunaan Komputer Sebagai Media Pembelajaran Di Perguruan Tinggi”.
Jurnal Pemikiran Alternatif Pendidikan. Vol 12 NO 1. (http://www.docstoc.com/docs/19707999/4-Penggunaan-Komputer---maria-ulpah)
diakses pada tanggal 30 desember 2011 pukul 16.10
Van De Walle,
Jhon A. 2008. Matematika Sekolah Dasar Dan Menengah Pengembangan Pengajaran
jilid 1. Jakarta : Erlangga
Tidak ada komentar:
Posting Komentar